Putra Dwi Hartono.SH
(082392634846 - 083867935414)
ADAT DAN HUKUM ADAT DI KECAMATAN PUNDONG
KABUPATEN BANTUL DIY
A. PERBANDINGAN ANTARA ADAT DAN HUKUM ADAT
Perbedaan antara adat dengan hukum adat yaitu :
1. Dari Terhaar ;
Suatu adat akan menjadi hukum adat, apabila ada keputusan dari kepala adat dan apabila tidak ada keputusan maka itu tetap merupakan tingkah laku/ adat.
2. Van Vollen Hoven :
Suatu kebiasaan/ adat akan menjadi hukum adat, apabila kebiasaan itu diberi sanksi.
3. Van Dijk :
Perbedaan antara hukum adat dengan adat terletak pada sumber dan bentuknya. Hukum Adat bersumber dari alat-alat perlengkapan masyarakat dan tidak tertulis dan ada juga yang tertulis sedangkan adat bersumber dari masyarakat sendiri dan tidak tertulis.
4. Pendapat L. Pospisil :
Untuk membedakan antara adat dengan hukm adat maka harus dilihat dari atribut-atribut hukumnya yaitu :
a) Atribut authority, yaitu adanya keputusan dari penguasa masyarakat dan mereka yang berpengaruh dalam masyarakat.
b) Intention of Universal Application :
Bahwa putusan-putusan kepala adat mempunyai jangka waktu panjang dan harus dianggap berlaku juga dikemudian hari terhadap suatu peristiwa yang sama.
c) Obligation (rumusan hak dan kewajiban) :
Yaitu dan rumusan hak-hak dan kewajiban dari kedua belah pihak yang masih hidup Dan apabila salah satu pihak sudah meninggal dunia missal nenek moyangnya, maka hanyalah putusan yang merumuskan mengeani kewajiban saja yang bersifat keagamaan.
d) Adanya sanksi/ imbalan :
Putusan dari pihak yang berkuasa harus dikuatkan dengan sanksi/ imbalan yang berupa sanksi jasmani maupun sanksi rohani berupa rasa takut, rasa malu, rasa benci dn sebagainya.
5. Adat/ kebiasaan
mencakup aspek yang sangat luas sedangkan hukum adat hanyalah sebagian kecil yang telah diputuskan untuk menjadi hukum adat.
6. Hukum adat
mempunyai nilai-nilai yang dianggap sakral/suci sedangkann adat tidak mempunyai nilai/ biasa
B. ADAT ISTIADAT
Pengertian adat-istiadat menyangkut sikap dan kelakuan seseorang yang diikuti oleh orang lain dalam suatu proses waktu yang cukup lama, ini menunjukkan begitu luasnya pengertian adat-iatiadat tersebut. Tiap-tiap masyarakat atau Bangsa dan Negara memiliki adat-istiadat sendiri-sendiri,yang satu satu dengan yang lainnya pasti tidak sama. Adat-istiadat dapat mencerminkan jiwa suatu masyarakat atau bangsa dan merupakan suatu kepribadian dari suatu masyarakat atau bangsa. Tingkat peradaban, cara hidup yang modern sesorang tidak dapat menghilangkan tingkah laku atau adat-istiadat yang hidup dan berakar dalam masyarakat.
Adat selalu menyesuaikan diri dengan keadaan dan kemajuan zaman, sehingga adat itu tetap kekal, karena adat selalu menyesuaikan diri dengan kemjuan masyarakat dan kehendak zaman Adat-istiadat yang hidup didalam masyarakat erat sekali kaitannya dengan tradisi-tradisi rakyat dan ini merupakan sumber pokok dari pada hukum adat.
Menurut Prof. Kusumadi Pudjosewojo, mengatakan bahwa adat adalah tingkah laku yang oleh masyarakat diadatkan. Adat ini ada yang tebal dan ada yang tipis dan senantiasa menebal dan menipis. Aturan-aturan tingkah laku didalam masyarakat ini adalah aturan adat dan bukan merupakan aturan hukum.
C. ADAT ISTIADAT DI BANTUL
Ditengah keindahan alamnya dilengkapi pula oleh sifat budaya penduduknya yang ulet dan pandai beradaptasi terhadap situasi yang dihadapinya. Keuletan dan sifat gotong royong masyarakat Bantul untuk bangkit dari dampak gempa 2006 dapat menjadi bukti.
Disamping itu kelompok kebudayaan nampaknya semakin berkembang yang ditandai masih dilestarikannya acara-acara kebudayaan tradisional seperti labuhan, cap go meh, bersih dusun, bekakak dll.
D. KECAMATAN PUNDONG BANTUL DIY
1. Letak
Sebelah Utara : Desa Patalan dan Canden Kecamatan Jetis
Sebelah Timur : Desa Sriharjo Kecamatan Imogiri
Sebelah Selatan : Desa Panjangrejo Kecamatan Pundong
Seb Kondisi geografis Desa Srihardono berada pada ketinggian ± 20 mdpl, dengan curah hujan 3000 mm/th serta topografi merupakan wilayah datar dengan suhu rata-rata 30C. Desa Srihardono berada di Ibukota Kecamatan Pundong dan jarak dari ibukota kabupaten sekitar 10 km.
E. SIFAT HUKUM ADAT DI KECAMATAN PUNDONG BANTUL
1. sifat religio –magis(magish-religieus)
menurut Bushar Muhamamad mengatakan bahwa orang Indonesia pada dasarnya berpikir,merasa dan bertindak didorong oleh kepercayaan(religi) kepada tenega - tenaga gaib(magis) yang mengisi ,menghuni seluruh alam semesta (dunia kosmos) dan terdapat pada orang,binatag,tumbuh - tumbuhan besar dan kecil ,dan benda –benda dan semua tenaga itu membawa seluruh alam semesta dalam suatu keadaan keseimbangan
• Di kecamatan Pundong Bantul ini juga terdapat sifat religio magis seperti yang telah diungkapkan di atas yaitu di Dusun Grudo Desa Panjangrejo di Dusun Grudo yang sering dipertunjukan dengan misteri – misteri gaib dari roh boneka Nini Towong yang telah diisi dengan unsur - unsur gaib kerena di dusun inilah banyak tersimpan unsur – unsur gaib seperti halnya Pohon Raksasa yang hidup lebih 1000 tahun yang lalu berada pada makam(kuburan) dan apabila tebang maka akan tumbuh lagi dan akan membawa petaka bagi masyarakat sekitar.Dusun ini semakin terkenal dengan potensi kedayaan yang ada sehingga pada tahun 2005 yang lalu pernah kebudayaan ini disiarkan pada stasiun TV swasta Nasional.Dengan adanya ini terbukti bahwa sifat religio magis masih ada dan diyakini oleh masyarakat Dusun Grudo ini.
2. Sifat Komun(commuun)
Adalah sifat yang mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan diri sendiri .Dalam masyarakat semacam ini individualitas orang terdesak ke belakang.Masyarakat, desa,dusun yang seantiasa memegang peranan yang menentukan ,yang memertimbangkan dan putusannya tidak boleh dan tidak dapat disia-siakan.Keputusan Desa adalah berat ,berlaku terus dan dalam keadaan apapun juga harus dipatuhi dengan hormat ,dengan khidma
Di Pundong Bantul pada saat gempa bumi 2006 sangtlah tampak kegotongroyongan di masyarakat itu Abdul Azis, selaku koordinator kegiatan ini menuturkan bahwa “pasca gempa 27 Mei 2006 kondisi masyarakat sangat terpuruk, apalagi beberapa aksi solidaritas dalam merespon tragedi tersebut tidak hanya berdampak meringankan beban penderitaan dalam tempo yang cepat, tetapi disisi lain juga mengunakan pendekatan yang bertentangan dengan kearifan lokal masyarakat. Arus bantuan eksternal dengan support material tanpa perencanaan bersama masyarakat, praktek cash for work dan food for work memunculkan ketergantungan baru dan kemerosotan harga diri masyarakat Jogjakarta yang cinta akan kegotongroyongan. Aksi-aksi bantuan yang tidak memperhitungkan partisipasi, kekuatan nilai lokal dan jiwa sosial masyarakat adalah sebuah ancaman baru, yang jika dibiarkan akan menimbulkan bencana yang lebih besar lagi.Karena itu, menurut Abdul Azis perlu ada gerakan untuk membangkitkan kembali kearifan lokal masyarakat sejalan dengan proses rehabilitasi dan rekonstruksi pasca gempa yang sedang dikerjakan. Budaya Jogjakarta yang mengutamakan kegotongroyongan “Sepi ing pamrih, rame ing gawe” ditantang eksistensinya, dan perlu untuk terus disebarluaskan melalui berbagai gerakan dalam penanganan pasca gempa.
Organisasi sosial di dearah ini cukup progrsif pada pergerakan aktivitasnya ini adanya dampak gempa bumi pada tahun 2006 lalu yang menporak -porandakan daerah ini yang menimbulkan sifat kegotongroyongan yang menguat dan juga sifat budaya penduduknya yang ulet dan pandai beradaptasi terhadap situasi yang dihadapinya. Keuletan dan sifat gotong royong masyarakat Bantul untuk bangkit dari dampak gempa 2006 dapat menjadi bukti.Sehingga untuk itulah diperlukan ada organisasi kemasyarakatan yang mengakomodasi masyarakat tertama pada penanganan korban gempa .
Organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat,baik yang berbadan hokum maupun yang tidak berbadan hokum,yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan untuk mencapai tujuan tertentu yang tidak mereka capai sendiri untuk itulah di Pundong inilah dibetuk gerakan untuk membangkitkan kembali kearifan lokal masyarakat sejalan dengan proses rehabilitasi dan rekonstruksi pasca gempa yang sedang dikerjakan. Budaya Jogjakarta yang mengutamakan kegotongroyongan “Sepi ing pamrih, rame ing gawe” ditantang eksistensinya, dan perlu untuk terus disebarluaskan melalui berbagai gerakan dalam penanganan pasca gempa bersama partisipan dan masyarakat dampingan melaksanakan kegiatan “Gumgregah Desa Ku” dengan rangkaian kegiatan ruwatan air dan penghijauan disekitar sumber air, pengolahan dan pameran hasil pengolahan umbi lokal, pameran toga (tanaman obat tradisional), karnaval kesenian lokal dan wayangan. Kegiatan ini selanjutnya diharapkan dapat membangun minat dan kesadaran masyarakat tentang kearifan, nilai-nilai dan potensi lokal yang mereka miliki, dan dapat mereka berdayakan untuk bangkit dari keterpurukan menuju hidup yang bermartabat pasca bencana gempa.
3. Sifat kontan
Yaitu prestasi dan contra prestasi dilakukan sekaligs bersama - sama pada waktu itu juga.Sifat tunai itu mengandung pengertian bahwa dengan suatu perbuatan nyata,suatu perbuatan simbolis atau suatu pengucapan,tindakan hokum yang dimaksud telah selesai seketika itu juga ,dengan serentak bersamaan waktunya tatkala berbuat atau mengucapakan yang diharuskan oleh adat.
Contoh yang tepat dalam masyarakat Pundong yaitu antara lain :
• Jual beli lepas
Pada masyarakat pundong terutama di Desa Seloharjo yang kondisi alamnya mengandalkan pertanaian,maka setiap hasil bumi yang dipanennya langsung dijual kepada penjual untuk kembali dijual kepasar dan barang itu langsung dijual sekaligus pemilik panennyan itu juga langsung menerima uang / barang yang ditukarkan jadi seperti barter
Contoh :
Bu Sri mempunyai hasil bumi berupa kelapa yang dijual kepada Bu Dawimah yang mempunyai beras ditukarkan kepada Bu Sri.Sehingga Bu Dawimah menerima kelapa yang akan dijual ke pasar.Sebaliknya Bu Sri menerima beras .Jadi keduanya saling menguntungkan.Jadi hal itu bersifat kontan.
4. sifat konkret(visual)
sifat konkret di dalam alam berpikir yang tertentu senantiasa dicoba dan diusahakan supaya hal - hal yang dimaksudkan ,diinginkan ,dikehendaki atau akan dikerjakan ditranformasikan atau diberi ujud suatu benda diberi tanda yang kelihatan ,baik langsung maupun hanya menyerupai obyek yang dikehendaki (simbol,benda yang magis)
contoh di Pundong :
• panjer : dalam maksud akan melakukan perjanjian jual - beli atau memindahkan hak atas tanah .Tanpa panjer orang tidak merasa terikat.Sebaliknya dengan panjer orang merasa wajib melaksankankan apa yang ditentukan di dalam janji tadi.Jadi di Pundong masyarakatnya masih sering menggunakan cara ini mengingat di daerah ini mata pencarihan yang utama adalah di bidang pertaniansehingga dikalakangan para petani sering menggunakan cara ini.Biasanya yang sering contohnya ada penjual yang mau menjual kacang kepada pembeli namun kacang itu masih berada di pihak penjual sedangkan uangnya sebagian telah diberikan pada pembeli nanti sewaktu - waktu jika pembeli sudah dapat melunasi uang sisanya maka kacang itu menjadi pemilik penuh pembeli.
• Sistem ijon : Pada masyarakat Pundong yang kebanyakan masih mengandalkan pertanian wajar saja jika desa Panjangrejo yang sawahnya luas dan dekat dengan jalan yang memudahkan akses bagi para petani yang ingin lekas mempunyai uang maka cara menjual ijon paling tepat yaitu sistem penjualan tanaman padi yang yang masih muda ,di situ hanya dikenal penjualan tanaman padi yang sudah masak untuk dituai yang masih berada di sawah(tebas),sedang di wilayah - wilayah lain,baik ijon maupun tebas merupakan kelaziman
• Pingset : juga masih berlaku di daerah ini sebagai tanda pengikat menuju jenjang pernikahan berarti dilaksanakan sebelum pernikahan jadi di sini antara pihak perempuan dan pihak laki-lakisaling mengikatkan diri/janji pelaksanaannya ini dengan perwujudan dari pihak laki - laki diberikan kepada pihak perempuan bisa barang ataukah hasil bumi berarti di sini sifat konkret,nyata ,terlihat oleh panca indra telah dipenuhi dalam sifat hukum adat
F. MENGENAI TANAH
• di Dearah sapraja harus terdapat istilah adol bedol yang masih berlaku juga di Pundong yaitu transaksi mengenai pekarangan ,biasanya meliputi rumah dan tanamanya.Jadi rumah dan tanamanya merupakan obyek transaksi juga bersama – sama dengan pekaranganya di samping itu mungkin orang memperdagangkan rumah dan pohon - pohon terlepas dari tanahnya
• di Pundong masih ada sebutan Tanah kas Desa adalah tanah milik pemerintah desa yang digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.
• Dan juga masih ada Tanah bengkok atau pelungguh adalah tanah kas desa yang diperuntukkan bagi penghasilan tetap Lurah Desa dan Pamong Desa.
• Hak untuk menggarap bengkok disebut Pengarem-arem yaitu hak untuk menggarap bengkok/pelungguh sebagai penghargaan bagi mantan Lurah Desa dan Pamong Desa.
• Di Kabupaten Bantul terdiri dari 3 kriteria tanah kas desa yaitu :
a. Desa dengan kriteria Rendah adalah desa yang memiliki tanah kas desa yang tidak dapat ditanami padi dan/atau tidak dapat panen padi.
b. Desa dengan kriteria Sedang adalah desa yang memiliki tanah kas desa yang dapat ditanami padi dan/atau panen padi minimal 1(satu) kali dalam setahun.
c. Desa dengan kriteria Tinggi adalah desa yang memiliki tanah kas desa yang dapat ditanami dan/atau panen padi minimal 2 (dua) kali dalam setahun.
d. Sehingga kalau melihat kriteria tanah milik kas desa di atas maka tanah di kecamatan Pundong Bantul itu bisa dikatorikakan Rendah dan Sedang yaitu :
pada Desa Seloharjo berkriteria Rendah (desa yang memiliki tanah kas desa yang tidak dapat ditanami padi dan/atau tidak dapat panen padi.
Pada Desa Srihardono da Desa Panjangrejo berkriteria Sedang (desa yang memiliki tanah kas desa yang dapat ditanami padi dan/atau panen padi minimal 1(satu) kali dalam setahun.
Memang desa Seloharjo letakknya agak di daratan tinggi sehingga tanaman padi sulit untuk tumbuh.Sebaliknya di desa srihardono dan panjangrejo sumber air yang ada banyak dan letaknya pada tanah yang subur sehingga kondisi alam juga sangat mempengaruhi.
• Untuk kesedian air di Desa tersebut maka ada sistem pengaturan air khususnya bagi warga sekitar
G. SEJARAH TANAH BEKAS PABRIK GULA DI PUNDONG
Di Kecamatan Pundong Bantul awalnya tanah dimiliki oleh para penjajah Belanda yang menguasai daerah Pundong yang tepatnya di desa Srihardono dengan membuka pabrik gula dan adanya rel kereta api untuk memperpermudah mengangkut gula yang kemudian setelah Indonesia merdeka kembali dimiliki pemerintah Indonesia tepatnya sekarang di depan SMA Negeri 1 Pundong yang sekarng di jadikan RS Rehabilitasi Gempa Bumi yang dulunya dijadikan lapangan Pundong namun karena milik pemerintah lapangan itu sekarang dijadikan RS. Sebenarnya sudah sejak lama masyarakat disekitar itu menenpati untuk kegiatan sehari - hari dan oleh karena itu banyak warga yang sudah menempati daerah tersebut tanpa mengetahui bangunanan tersebut pemiliknya siapa.Padahal itu milik pemerintah DIY .Sehingga para warga Pundong terpaksa tidak dibolehkan lagi menempati tanah pabrik gula tersebut pada waktu pembangunan RS Rehabilitasi Gempa Bumi karena bukan hak mereka yang lebih parah lagi lapangan yang sejak dulu di gunakan untuk aktifitas warga sehari –hari terlebih lagi lapangan Pundong yang dijadikan lapangan olahraga yang digunakan oleh para siswa SMA N 1 Pundong kembali mendapat pertentetangan oleh pihak SMA Pundong terutama Kepala Sekolah dengan pihak yang mau membangun RS itu.Namun upaya dari SMA Pundong tidak dikabulkan tetapi tetap sekarang dilanjutkan pembangunan RS itu.Memang cukup dilematis untuk ke dua hal tersebut yang sama - sama untuk keperluan kepentingan umum yaitu sebagai lapangan olahraga Sekolah(pendidikan) dan untuk Rumah Sakit(kesehatan) yang sama – sama diperlukan namun dari pemerintah untuk memecahkan persoalan tersebut maka akan di buatkan lapangan olahraga sendiri yang dipergunakan untuk SMA N 1 Pundong namun lagi –lagi pihak SMA juga berkeberatan karena lapangan itu nantinya jauh dari lokasi SMA.
Penyataannya yang timbul mengapa hal ini dapat terjadi demikian ?
Untuk menjawab pernyaaan ini kita hendaknya kita tengok sejarah masa lalu yang terjadi di tanah Pundong ini sehingga dalam pemecahan masalahnya dapat lebih mempertimbangkan dengan arif dan bijak sehingga tidak menimbulkan konflik - konflik yang akan muncul.Karena pada waktu itu adannya semacam perjanjian antara Sri Sultan Hamengkubuwono ke –IX Sultan Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat dengan Pemerintah Belanda yang saat itu menjajah Indonesia dengan mendirikan pabrik gula di Pundong dan rel – rel kereta api yang digunakan untuk memperlancar hasil ke daerah – dearah sekitar.Mengenai hal ini digunakan oleh N.I.S(Negera Indonesia Serikat ) untuk menyelesaikan tanah–tanah bekas jalan kereta api yang ditemukan dalam Lembaran Daerah Derah Istimewa Yogyakarta (Berita Resmi Daerah DIY), yang statusnya termasuk tanah pemerintah yang bebas.
Berikut kutipan asli yang saya ambilkan dari penjelasan umumnya :
PENJELASAN UMUM
Pembuatan jalan kereta api dari Daerah Swatantra II Kotapraja Yogyakarta menuju ke Pundong, demikian juga dari Palbapang menuju ke Sewugalur, yang diadakan pada waktu jaman Pemerintah Belanda, mempunyai tujuan yang pokok untuk melancarkan/mempermudahkan pengangkutan gula, hasil produksi dari pabrik gula Pundong dan sekitarnya serta Sewugalur dan pabrik-pabrik gula yang berdekatan.
Malaise dalam tahun 1931 sampai dengan 1935 yang merajalela diseluruh dunia dan melumpuhkan economish-conjunctur, menggoncangkan juga nasib perusahaan-perusahaan pertanian asing yang ada didalam Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta sehingga sebagian dari mereka tidak sanggup lagi meneruskan usahanya, diantaranya pabrik gula Sewugalur dan Pundong, terbukti mereka menyerahkan kembali "hak conversienja" baik sebagian maupun seluruhnya. Akibatnya dari keadaan ini, lalu lintas melalui kereta api tersebut mengalami kesepian juga.
Disusul dengan pembongkaran ril-ril yang letaknya diatas tanda-tanda jalan kereta api tersebut yang terjadi pada waktu jaman pendudukan tentara Jepang dalam tahun 1943/1944 berakhirlah sudah nasib jalan kereta api jurusan Kota Yogyakarta - Pundong dan Palbapang - Sewugalur.
Kemudian pada waktu penduduk tentara Belanda (clash II) tahun 1948/1949 tanah-tanah. yang semula dipergunakan untuk jalan kereta api termaksud diubah sifatnya oleh rakyat untuk merintangi perjalanan tentara Belanda yang akan menuju kepelosok-pelosok , bahkan gedung-gedung/bangunan yang dulu dipergunakan sebagai halte/stasiun turut serta dihancurkan juga diratakan dengan tanah.
Sampai ini tanah-tanah termaksud sebagian besar telah dikerjakan oleh rakyat, baik sebagai tanah pertanian (sawah/tegalan) ataupun pekarangan yang kecil-kecil atau jalan umum sehingga telah berubah sama sekali wujudnya, jika seandainya tanah-tanah tersebut dibiarkan begiti saja teranglah sesuai dengan yang tidak dimaksud dalam pasal 26 ayat (2) dan pasal 38 ayat (3) Undang-undang Dasar Sementara yang menyatakan : "Seorangpun tidak boleh dirampas miliknya dengan semena-mena" dan "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat" Tetapi jika dipergunakan untuk mendirikan bangunan bagi salah satu instansi Pemerintah luasnya tidak cukup, karena hanya selebar 3 sampai dengan 4 m, sedang panjangnya sampai beberapa km.
Bagi Pemerintah bila akan dipergunakannya, hanya untuk keperluan melebarkan jalan besar yang berbatasan saja, padahal tidak seluruhnya berbatasan dengan jalan Pemerintah dan hanya dibekas-bekas emplasemen stasiun/halte kemungkinan dapat dipergunakan untuk pembangunan-pembangunan. Untuk mengambil tindakan yang bijaksana tidak ada lain jalan kecuali Pemerintah memberikan hak-haknya atas tanah itu kepada rakyat yang berkepentingan (pemilik tanah yang tercatat didalam letter C atau gandok yang sah/buku register tanah pada kantor Pendaftaran Tanah Daerah Swatantra II Kotapraja Yogyakarta yang berbatasan dengan bekas jalan kereta api atau orang-orang yang menurut kenyataan sebelum tanggal 27 April 1955 mengerjakan tanah itu, atau secara penggarapan saja, dengan perkecualian yang dapat ditentukan oleh Pemerintah.
Status dari tanah telah cukup jelas ialah merupakan jalan merupakan tanah Pemerintah yang bebas, karena berdasar historie dulu diberikan dengan hak pakai kepada N.I.S satu anatra lain menurut surat Pepatih Dalem tanggal 5 Nopember 1893 kepada Residen Yogyakarta, atas perintah S.P Sultan, kutipan dari surat tersebut antara lain berbunyi seperti dibawah ini :" stoomtramweg, zoowel voor de Iijin zelf, als voor de uitwijkplaatsen, emplacementen en zijsperen ....dan seterusnya (jalan stoomtram, baik untuk jalan sepur yang pokok, maupun untuk tempat persimpangan, emplasemen dan jalan cabang sepur .... dan seterusnya), dengan ketentuan jika tidak dipergunakan lagi untuk keperluan itu harus diserahkan kembali kepada S.P Sultan (sekarang Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta) tidak dengan kerugian suatupun.
Jadi bisa dilihat dari uraian penjelasan umum di atas bahwa segala sesuatunya tanah terutama pada daerah itu semuanya milik pemerintah jadi hak pemerintah untuk membangun di tanah tersebut bukan milik pribadi/peseorangan karena sejak zaman dulu memang tanah itu milik pemerintah DIY bukan milik daerah Pundong setempat.Jadi kebijakannya dari pemrintah provinsi (DIY) dalam yang kaitannya dengan pembangunan RS Rehabilitasi Gempa Bumi itu kebijakannya dari provinsi yang banyak memimbulkan kontroversi dan tanda tanya .
Bila kita melihat dari sejarahnya hal ini merupakan pengaruh dari Hukum tanah adat yang ada di Indonesia tidak terkecuali di Yogyakarta khususnya di Kecamatan Pundong yang dahulu tanah di Pundong merupakan daerah yang dikuasai oleh Belanda pada zaman penjajahan yaitu pengaruh Pemerintah Kolonial terhadap Hukum Tanah Adat pada umumnya dan Hak Ulayat pada khususnya ternyata dari tindak –tindakannya dalam politik agrarianya.Yang terpeting di antaranya ialah :
1) Pajak Bumi(landrent) dari Raffles
2) Cultuurstelsel dari Gubernur Jenderal Van den Bosch
3) Agrarische Wet,Agrarisce Besluit,Domeinverkliring
4) Verveemdingsverbod
Pada kasus di Pundong inilah salah satunya menggunakan Agrarische Wet yang dengan tujuannya adalah memberikan kemungkinanan bagi pengusaha untuk menyewa tanah dari rakyat terutama untuk tanaman tebu dan tembakau(salah satu tujuan Agrarische Wet) sehingga telah disebutkan di muka bahwa untuk mempermudah akses pengangkutan dari Pundong ke Palbapang di gunakan rel kereka api dan juga di Pundong dibangun sebuah pabrik gula.Berarti jelaslah kiranya bahwa tujuan Agrarische Wet ialah memberi kemungkinan kepada modal besar swasta asing (terutama Belanda) untuk berkembang di Indonesia.Untuk itu pertama-tama akan diberikan tanah dengan hak erfpacht ( guna usaha) selama 75 tahun.
Juga tanah yang dimiliki oleh rakyat Pundong ,Belanda berpenderian bahwa hanya Negaralah yang berhak menjual atau memberi hak opstal di atasnya.Dengan demikian ,rakyat pemilik tanah yang menjual sebidang tanahnya ,tidak menerima uang penjualan dari pembeli asing ,melainkan hanya menerima uang pampas,uang tebusan hak menurut nilai tanah di kalangan rakyat sendiri.Adaun harga eigendom(hak bagi orang indonesia atas tanahnya sehingga dapat diipotikkan) masuk ke dalam Kas Negari Hindia – Belanda selaku uang pejualan tanah yang resmi,setelah dipotong uang pampas tersebut.Deangan begitu maka banyaklah tanah hak Bumiputra yang jatuh ke tangan orang bukan Bumiputra dengan hak Barat.
H. ORGANISASI DESA di Kecamatan Pundong Bantul
Pengetian
• Secara Umum : Suatu desa ialah suatu kesatuan kemasyarakatan berdasarkan ketunggalan wilayah yang organisasinya didasarkan atas tradisi yang hidup dalam suasana rakyat dan mempunyai suatu badan tata –urusan pusat yang berwibawa di seluruh lingkungan wilayahnya.
• Menurut pengertian desa menurut peraturan Dearah Kabupaten Bantul NO 20 tahun 2007 tentang Pedoman Organisasi Pemerintahan Desa pengertian desa adalah Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berada di Kabupaten Bantul.
• Di kabupaten Bantul termasuk dalam susunan organisasi desa termasuk desa yang berdesentralisasi yaitu desa yang lebih luas wilayahnya terbagi atas beberapa wiliyah lebih kecil,yang masing – masing dalam batas – batas kemandirian (otonomi) tertentu mengurus rumah tangganya sendiri .
Contoh di kecamatan Pundong terdapat 3 desa yaitu Desa Srihardono,Desa Panjangrejo,Desa Seloharjo
Hasil dari penggabungan desa – desa menjadi satu desa yang lebih besar itu disebut Kalurahan .
Desa – desa semulaya yang sekarang menjadi bagian dari desa baru itu disebut dukuh,masing - masing tetap mempunyai badan tata urusan sendiri di bawah kewibawaan badab tataurusan pusatnya
• Dalam menjalankan pemerintahan desa dipimpin oleh Lurah .Lurah Desa adalah sebutan lain dari Kepala Desa dan Pamong Desa adalah merupakan sebutan lain Perangkat Desa adalah unsur pembantu Lurah Desa yang terdiri dari Sekretaris Desa yang disebut Carik Desa, Sekretariat Desa, pelaksana teknis lapangan yang disebut Bagian, dan unsur kewilayahan yang disebut Dukuh.
sumber copy paste dari =
komunitasstudikebangsaan.blogspot.co.id/2010/07/hukum-adat-di-kecamatan-pundong-bantul.html?m=1
0 komentar:
Posting Komentar