Kamis, 07 Januari 2010

Kepemimpinan dalam Islam

Kepemimpinan dalam Islam
Apakah kepemimpinan itu? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, memimpin berarti 1. mengetuai atau mengepalai, 2. memenangkan paling banyak, 3. memegang tangan seseorang sambil berjalan (untuk menuntun, menunjukkan jalan dsb), 4. memandu, 5. melatih (mendidik, mengajari, dsb) supaya dapat mengerjakan sendiri.

Dalam bahsa Arab, kata yang sering dihubungkan dengan kepemimpinan adalah ra'in, dari hadits nabi, kullukum ra'in wa kullukum mas'ulun '˜an ra'iyyatihi (setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap kamu bertanggungjawab atas kepemimpinanmu). Ra'in sesungguhnya berarti gembala. Seorang pemimpin ibarat serang penggembala yang harus membawa ternaknya ke padang rumput dan menjaganya agar tidak diserang serigala.
Adapun ra'iyyah berarti rakyat. Jadi seorang pemimpin pasti mempertanggungjawabkan kepemimpinannya di hadapan rakyat. Selain kata ra'in seringkali dipakai kata ra'is yang berhubungan dengan kata ra's artinya kepala. Ada pula yang menggunakan kata sa'is yang berarti pengendali kuda. Memang seorang pemimpin adalah seorang yang mampu mengendalikan anggotanya. Sa'is memiliki akar kata yang sama dengan siyasat, strategi. Untuk itu, dalam memimpin diperlukan strategi.
Ada pula yang mengartikan pemimpin dengan kata imam, yang berarti di depan. Kata ini memiliki akar yang sama dengan umm, yang berarti ibu. Seorang imam atau pemimpin memang harus memiliki sifat seorang ibu. Penuh kasih sayang dalam membimbing dan mengendalikan umat. Ada kaitan antara imam, umm, dan ummat. Sifat nabi kita di antaranya adalah ummi, yang berarti penuh keibuan (al-A'raf 156 dan 158)..
***
Dalam teori sosiologi, menurut Max Weber, kepemimpinan dibagi ke dalam tiga tipe.
Tipe yang pertama adalah kepemimpinana tradisional. Masyarakat yang memegangn kepemimpinan ini meyakini bahwa jiwa kepemimpinan dan kebijaksanaan bisa diturunkan melalui garis darah. Mereka meyakini bahwa ada keluarga tertentu yang mampu menjaga karakter kepemimpinan. Monarkhi bisa lahir dalam masyarakat tradisional. Masyarakat yang mengagungkan tradisi tidak hanya masyarakat yang hidup di masa lalu. Di dalam masyarakat modern pun terdapat komunitas yang masih berpegang kepada tradisi. Sistem kerajaan di Inggris, umpamanya adalah salah satu contoh masyarakat yang masih memegeng tradisi di bidang kepemimpinan . Contoh lainnya adalah Jepang. Mereka dipimpin oleh seorang Kaisar (tenno haika) secara turun temurun. Sekalipun tenno haika tidak lagi dipercaya sebagai keturunan Amaterasu Omikami (dewa matahari), namun mereka tetap merasa nyaman dipimpin oleh keluarga kaisar. Demikian pula negeri-negeri seperti Arab Saudi dan beberapa negeri di Eropa.
Kepemimpinan di masyarakat tradisional tidak hanya untuk kepemimpinan politik saja, namun juga di bidang keagamaan. Para pemimpin dan penyebar agama di zaman dahulu selalu berasal dari satu garis keturunan. Para nabi dalam tradisi Timur Tengah berasal dari satu nenek moyang, yaitu Ibrahim. Sekalipun tidak semua keturunan Ibrahim menjadi nabi, akan tetapi hampir semua nabi adalah keturunan Ibrahim.
Tipe kedua adalah kepemimpinan kharismatik. Pemimpin tipe ini dianggap memiliki kemampuan adikodrati, yaitu sifat dan kemampuan di atas rata-rata manusia. Mereka adalah sosok yang dianggap memiliki kemampuan yang ilahiyah, sehingga mampu melakukan hal-hal yang orang biasa tidak mampu. Para nabi pada zaman dahulu adalah pemimpin harismatik. Mereka dibekali dengan mukjizat yang merupakan kekuatan adikodrati. Pemimpin seperti ini tidak setiap saat bisa lahir, dan tidak bisa dilahirkan. Pemimpin seperti ini selalu dihormati pandangan dan keputusannya.
Di zaman modern kita menjumpai banyak pemimpin yuang memiliki kharisma. Contohnya adalah Ayatullah Khomeini di Iran, Isabela Peron di Argentina, Fidel Castro di Kuba, Mahatma Gandhi di India, atau Soekarno di Indonesia.
Tipe ketiga adalah kepemimpinan berdasarkan legal rasional.. Yaitu kepemimpinan yang didapat melalui tata cara dan aturan rasional yang disusun untuk menyaring seorang pemimpin. Masyarakat yang telah menyusun aturan rasional dalam menentukan seorang pemimpin biasanya tidak memandang seseorang berdasarkan keturunan atau karakternya. Mereka menetapkan kriteria atau persyaratan, dan ditetapkan melalui musayawarah atau pemilihan.
Seorang pemimpin kharismatik bisa saja lahir dari tipe yang ketiga ini. Seseorang yang tidak begitu dikenal, namun karena terpilih dan mampu menunjukkan karakter dan kemampuan yang luarbiasa, ia bisa berubah menjadi pemimpin kharismatik.
Sebuah organisasi modern tentu harus memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada sebanyak-banyak anggotanya. Untuk itu maka tipe ketiga memungkinkan siapa pun untuk bisa menjadi pemimpin. Masyarakat modern tidak lagi memerlukan pemimpin yang berkharisma atau dari keluarga tertentu. Yang diperlukan oleh masyarakat modern adalah kontrak dan kesepakatan. Selagi seseorang mampu dan berjanji akan melaksanakan aturan dan kesepakatan-kesepatan yang telah disusun para pemilihnya, maka orang tersebut pun diangkat menjadi pemimpin.
***
Islam memberikan posisi yang amat terhrmat bagi para pemimpin. Bahkan dalam al-Qur'an ada sebuah do'a agar kita bias menjadi pemimpin. Doa tersebut adalah Rabbana hab lana min azwajina wa dzuriyyatina qurrata a'yun waj'alna lil muttaqina imama (Al-Furqan, 74)

Artinya, 'œYa Tuhan kami, anugaerahkanlah kepada kami isteri-isteri (suami-suami) dan anak-anak yang menyenangkan hati kami, danjadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa..'
Untuk itu menjadi pemimpin harus menjadi cita-cita setiap orang yang beriman. Rasulullahtidak pernah menetapkan satu system tertentu bagi sebuahkepemimpinan'¦ Semua itu diserahkan kepada kaum muslimin. Selama sebuah sistem mengedepankan musyawarah maka sisitem itu sudah mengarah kepada kesempurnaan.***

0 komentar: