Senin, 04 Januari 2010

desa cinta damai yang belum terbangun paa saat itu

Mutarom, Membangun Marwah Desa

Tahun 1999, terjadi situasi paceklik pemimpin di Desa Cinta Damai, Tapung Hilir Kabupaten Kampar. Kepala desa (Kades) kabur dari kampung, sedangkan mantan kepala desa tewas terbunuh. Awalnya mereka berdua adalah orang-orang yang berbisnis kaplingan tanah di desa tersebut. Sayangnya, tanah yang diperjualbelikan masih belum jelas statusnya. Banyak warga yang menuntut. Dua pemimpin ini pun saling sengketa. Emosi memuncak, kepala desa menghabisi nyawa sang mantan pimpinannya. “Sejak peristiwa itu, tak ada yang menggantikan kepala desa. Banyak orang yang takut, jadi saya yang ditunjuk dari camat,” ujarnya.



Mutarom kemudian dipercaya sebagai kepala desa sebelum ia mengecap status sebagai mahasiswa Ilmu Pemerintahan Universitas Islam Riau (UIR). Satu setengah tahun ia memimpin desa ini. Selama menjadi Kades, ia mengemban tanggung jawab yang berat. Menyelesaikan sengketa tanah yang ditinggalkan oleh Kades yang kabur. “Tindakan ini saya lakukan untuk mengantisipasi terjadinya pertikaian dalam masyarakat,” ungkapnya. Ia melobi perusahaan (PT. Sinar Mas-- perkebunan yang ada di desa tersebut) dan pemerintah daerah untuk mendapatkan dana pengganti untuk warga.



Selain itu, kepala desa yang baru ini segera membenahi infrastruktur desa dari pembangunan pasar sampai pembangunan gedung sekolah. “Ini saya bangun dari bantuan Program Pengembangan Kecamatan (PPK), tiga los pasar dan dua lokal TK,” jelasnya. Untuk pendapatan rutin desa, ia kemudian meminta pembebasan tanah kepada camat untuk dijadikan aset daerah (PAD—Pendapatan Asli Daerah). “Sebanyak tiga puluh hektar lahan saya dapatkan, sampai sekarang lahan itu masih ada,” ungkapnya.



Sekarang, Mutarom memang bukan kepala desa lagi, tapi banyak masyarakat yang melakukan pengaduan kepadanya. Sehingga menjadikan ia selalu mengontrol perkembangan kampungnya sampai saat ini. “Masyarakat masih banyak minta pendapat pada saya, dan saya selalu memberikan arahan-arahan,” katanya. Untuk menguatkan perannya, Mutarom kemudian menggagas pendirian Ikatan Pemuda dan Pelajar Tapung. “Masyarakat sangat butuh mahasiswa, banyak yang mereka tidak tahu,” ungkapnya. Selain itu ia juga berperan melalui lembaga penyuluhan milik pemerintah, seperti Badan Amil Zakat (BAZ) dan organisasi kepemudaan seperti GP (Gerakan Pemuda) Anshor—milik organisasi Nahdatul Ulama. “Kegiatan-kegiatannya juga banyak, berupa penyuluhan pada masyarakat,” ungkapnya.



Ia berpendapat, peran sosial mahasiswa ke masyarakat itu penting. Namun ia menyayangkan saat ini peran tersebut sangat minim disadari oleh mahasiswa.



Padahal, inilah awal yang mengilhami dirinya melanjutkan kuliah. Ia berharap dengan tambahan ilmu di kampus, ia dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada di masyarakat. Namun ia menyadari bekal tersebut perlu tambahan ilmu lain di luar bangku kuliah. “Mahasiswa harus bergiat di organisasi internal kampus maupun eksternal kampus,” ungkap Pemimpin Umum Aklamasi—surat kabar kampus UIR ini.

0 komentar: